Kamis, 06 November 2008

BLOG RUSTAMPEMBENIHAN IKAN KERAPU TIKUS



Benih Kerapu Tikus

PEMBENIHAN IKAN KERAPU TIKUS


Pakan Benih
Contact Persont :

Data diri :

Nama : Rustam

Alamat : Desa Waenetat Kabupaten Buru Propinsi Maluku (Unit 1 Baru)

Email : UtamEma@yahoo.Com

Hp : 085292456557

Home : 0913 21921

PEMBESARAN

PEMBENIHAN

Hit Counter


KEGIATAN USAHA PEMBENIHAN

KERAPU TIKUS

(Epinephelus altivelis)



I. Persyaratan Lokasi Pembenihan Ikan Kerapu Tikus

Pemilihan lokasi merupakan faktor terpenting dan sangat menentukan keberhasilan suatu kegiatan usaha pembenihan ikan. Kesalahan dalam penentuan loaksi dapat berakibat fatal dan berpengaruh terhadap keberhasilan usaha. Secara umum pemilihan lokasi dalam pembenihan kerapu tikus dapat dipertimbangkan dengan melihat faktor teknis dan nonteknis serta pertimbangan umum lainya.

A. Faktor teknis

Menurut Anonim (2002), ada beberapa faktor teknis yang harus dipenuhi dalam usaha pembenihan ikan kerapu tikus dan beberapa aspek penting yang sesuai dengan Setandar Nasional Indonesia adalah sbb:

· Letak unit pembenihan ditepi pantai untuk memudahkan perolehan sumber air . pantai tidak terlalu landai dengan kondisi dasar laut yang tidak berlumpur dan mudah dijangkau untuk memperlancar trasportasi.

· Air laut harus bersih, tidak tercemar dengan salinits 28-35 ppt

· Sumber air laut dapat dipompa minimal 20 jam per hari

· Sumber air tawar tersedia dengan salinitas minimal 5 ppt.

· Peruntukan lokasi sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Daerah / wilayah / (RUTRD/RUTRW).

B. Faktor non teknis

Faktor non teknis mengenai kemudahan-kemudahan seperti tersedianya sarana trasportasi, komunikasi, instalasi listrik (PLN), tenaga kerja, pemasaran, pasar, sekolah tempat ibadah, pelayanan kesehatan dan lain-lain. Menurut Syamsul Akbar dan Sudaryanto (2002), faktor nonteknis lain yang dapat mendukung kelangsungan usaha adalah dukungan pemda (pemerintah daerah) setempat dan terutama masyarakat sekitar lokasi. Adanya dukungan pemda dan masyarakat tidak akan mengancam operasional pembenihan bila suatu saat terjasi konflik atau masalah.

II. Prasarana Pembenihan Ikan Kerapu Tikus

A. Sumber Air dan Pengelolaannya

Ketersediaan air bersih dan memenuhi syarat untuk kelayakan hidup ikan mutlak dibutuhkan dalam system pembenihan ikan. Kelayakan yang dilihat dari air adalah kualitas dan kuantitasnya. Air laut yang digunakan diambil dari laut yang berjarak 580 meter dari garis pantai dengan menggunakan pompa. Sebelum diganakan untuk kegitan pembenihan terlebih dahulu diendapkan dan disaring didalam tengki saringan pasir yang terbuat dari beton berukuran 6 x 2 x 2 m. Disamping mengunakan system saringan pasir, juga digunakan sistema saringan raksa (giant filter). Sedangkan air tawar berasal dari sumur bor yang dibuat disekitar unit pembenihan.

B. Sumber Tenaga Listrik

Tenaga listrik ini mempunyai peran yang sangat penting dalam usaha pembenihan maupun pembesaran, karena listrik merupakan tenaga pengerak berbagai peralatan penunjang operasional, diantaranya penerangan dan aerator.

C. Sistem Aerasi

System aerasi sangat diperlukan dalam usaha pembenihan maupun pembesaran ikan. Aerasi selain berfungsi sebagai sumber oksigen juga berperasn dalam sirkulasi air. Untuk keperluan aerasi di hatchery dipakai 5 unit masing-masing digerakan motor berkekuatan 7,5 HP. kelima unit blower ini dignakan untuk memenmuhi kebutuhan aerasi dalam pembenihan ikan dan kultur pakan alami.

III. Sarana Pembenihan Ikan Kerapu Tikus

A. Bak Penampungan Air

Bak penampungan air atau disebut juga dengan bak tendon yang terbuat dari semen. Bak tendon berfungsi sebagai bak untuk menampunga air yang telah dipompa dari laut dan telah diteritmen atau sebagai bak pengendapan air sebelumdigunakan untuk kegiatan pembenihan.

B. Bak Pemeliharaan dan Pemijahan Induk

Bak pemeliharaan induk yang digunakan berjumlah 3 buah. Bak pemeliharaan induk terbuat dari semen dan berbentuk bulat dengan fasilitas yang ada berupa aerasi, saluran pemasukan dan pengeluaran air dan bak penampungan telur untuk tempat pemasangan egg collector. Bak pemeliharaan juga dipakai sebagai bak pemijahan induk kerapu karena untuk memudahkan dalam seleksi induk dan pemindahan induk dalam kegiatan pemijahan. Bak pemeliharaan dan pemijahan ini terletak didalam ruangan atau bangunan hatchery khusus induk. Karena mengingat harga jual kerapu tikus atau indukkerapu tikus cukup mahal.

C. Bak Penetasan Telur dan Pemeliharaan Larva

Ukuran bak penetasan telur dan pemeliharaan larva adalah 4 x 2,5 x 1,25 m berjumlah 4 buah, fasilitas yang ada dibak penetasan telur dan pemeliharaan larva adalah penutup bak terbuat dari terpal warna hijau dan aerasi. Untuk penerangan diberi lampu TL 10 watt 8 buah. Aerasi dibak ini mengunakan selang berdiameter 5 mm yang pada bagian ujungnya dilengkapi dengan batu aerasi dan pengatur besar kecilnya udara yang digunakan.

D. Bak Pendederan

Bak pendederan yang digunakan adalah bak semen dan bak di cat warna hijau serta didasar bak dibuat melengkung dan kemiringan lelih rendah pada bagian pembuangan. Fasilitas yang ada dalam bak pendederan adalah aerasi yang menggunakan selang berdiameter 5 mm yang pada bagian ujungnya dilengkapi dengan batu aerasi dan salah satu ujungnya lagi diberi pengatur besar kecilnya udara yang di keluarkan. Bak yang digunakan dalam pendederan berjumlah 8 buah yang masing-masing bak diberi 6 - 8 titik aerasi. Bak pendederan ini hterletak didalam ruangan (bagunan).

IV. Pembenihan Ikan Kerapu Tikus

A. Pengadaan Induk

Induk kerapu dapat berasal dari alam maupun hasil budidaya. Induk yang ditangkap dari alam harus dipilih yang sehat dan ditangkap denagn alat tangkap berupa bubu, pancing atau jaring. Sebaiknya jangang mengangkap induk dengan bahan kimia (Sudaryanto, dkk, 1999). Induk yang berasal dari alam sebelum digunkan sebaiknya diadaptsikan terlebih dahulu dilingkungan pembenihan selama 1-2 bulan. Setelah masa adaptasi selesai, dilakukan seleksi dan pengamatan jenis kelamin serta tingkat kematangan gonad. Kriteria induk yang baik : ikan sehat, tidak cacat, memenuhi standar berat induk (1,5 - 4,5 kg), dan bebas penyakit. Pengamatan jenis kelamin dan kamatangan gonad dengan teknik canulasi (betina) dan striping (Jantan). (Anonim, 2002).

B. Pemeliharaan Induk

a. Pemeliharaan Induk

Menurut Sudaryanto, dkk, (1999), keberhasilan suatu usaha pembenihan sangat ditentukan oleh ketersediaan induk yang cukup, baik jumlah maupun mutunya. Induk yang baik untuk pemijahan memiliki berat untuk betina lebih dari 1,0 dan jantan lebih dari 2,5 kg, sehat dan tidak cacat. Semakin berat induk, akan mempunyai gonad semakin besar sehingga produksi telurnya semakin banyak.

Wadah yang digunakan untuk pemeriharan berbeda-beda untuk yang dilaut berupa KJA dengan ukuran 8 x 8 m dan lubang untuk pemasangan jaring 3 x 3 m, sedangkan volume jaring yang digunakan 3 x 3 x 3 m3 dengan mata jaring 2 inchi. Pemeliharaan induk didarat dapat menggunakan bak semen, bak sebaiknya berbentuk bulat, kedalaman tidak kurang dari 2,5 m yang dilengkapi dengan aerasi. Saluran air masuk dari sisi yang satu sedangkan saluran pembuangan di tengah dasar bak dan sisi yang berlawanan. Bentuk ini sangat baik untuk air, memberikan kesan luas bagi ikan, memudahkan panen telur dan memudahkan dalam penanganan. (Sudaryanto, dk, 1999). Sedangkan menurut Anonim (2002), sirkulasi air digunakan terus menerus dengan menggunkan pompa electromotor , sebanyak 200-300 % per hari. Dalam bak diberi aerasi sebanyak 20 titik. Untuk menjaga kualitas air dalam bak tetap prima dilakukan dengan mengatur pembuangan air atas dan air bawah. Siang hari dilakukan pembuangan air bawah dan malam hari dilakukan pembuangan air atas. Pembersihan bak dilakukan setiap dua minggu sekali.

Kepadatan induk yang dipelihara dalam bak adalah 1-3 kg/m3 air media. Sedangkan kepadatan induk dalam keramba jaring apung adalah 1-1,5 kg/m3 air media. Dengan perbandingan jantan dan betina 1: 1-2. kepadatan tersebut didasarkan pada kebiasaan hidup kerapu tikus sebagai iakn domersial yang senang hidup berpasangan digua-gua karang yang luas.( Syamsul Akbar dan Sudaryanto, 2002).

b. Pemberian Pakan

Keberhasilan teknologi pemijahan ikan kerapu sangat tergantung pada menajemen pakan dan lingkungan. Pemberian pakan dengan kandungan nutrisi yang lengkap akan berpengaruh terhadap kualitas telur yang bdihasilkan. Induk diberi pakan berupa ikan segar dengan kandungan lemak rendah, sperti ikan laying ,ikan kembung, lemuru, ikan juwi, kuniran, cumi - cumi, ikan terbang dan sebagainya. Dosis pemberian pakan adalah 3-5 % dari berat total ikan dan diberikan satu kali per hari (pagi hari).

c. Pemberian Vitamin

Selain pakan , induk kerapu diberi multivitamin (A,B,C dan E) setiap dua minggu sekali. multivitamin perlu diberikan agar kenutuhan vitamin bisa terpenuhi, walaupun sebenarnya dalam pakan sudah terkandung vitamin. (Syamsul Akbar & Sudaryanto, 2002). Sedangkan menurut Wardoyo (1990) dalam Sudaryanto, dkk, (1999) vitamin E dapat memperlancar kerja kerja fungsi-fungsi sel kelamin dengan memacu fungsi hormone gonadotropin serta menggiatkan jaringan indung telur, vitamin C berperan menjaga kondisi kesehatan induk, mempercepat kematangan gonad dan meningkatan kualitas telur.

Selain vitamin, kedalam pakan perlu ditambakkan omega-3-HUFA merupakan asam lemak tak jenuh yang mengandung zat omega -3 tinggi. Penambahan tersebut dimaksudkan kandungan omega-3-HUFA pada kuning telur yang diproduksi bisa meningkat. Omega-3-HUFA ini sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan larva ikan laut. (Syamsul Akbar & Sudaryanto, 2002).

d. Pengendalian Penyakit

Pengenalan kualitas lingkungan secara cermat dapat membantu dalam pendugaan serangan penyakit secara dini. Kondisi lingkungan yang kurang baik dan mutu pakan yang rendah merupakan beberapa hal yang menyebabkan timbulnya serangan penyakit terhadap kerapu tikus.

Menurut Anonim (2002), penyakit yang banyak menyerang induk kerapu tikus yang dipelihara kebanyakan disebabkan oleh crustacean, trematoda, protozoa, jamur, bakteri dan virus. Crustacean dan trematoda biasanya menyerang ingsang, sedangkan protozoa,jamur, bakteri dan virus banyak menyerang bagian tubuh yang luka. Gejala ikan kerapu sakit berbeda-beda tergantung penyakit yang menyerangnya serta daya tahan tubuh ikan yang diserang. Gejala tersebut harus diketahui untuk menentukan cara pengendalian yang tepat dan efesien.

C. Pemijahan Induk

a. Seleksi Induk

Menurut Sudaryato, dkk. (1999), keberhasilan pemijahan sangat ditentukan oleh tingkat kematangan gonad, oleh karena itu langkah awal dalam proses pemijahan yaitu seleksi induk jantan dan induk betina. Tujuan dari seleksi induk yaitu untuk menentukan induk yang bener-bener siap untuk dipijahkan. Untuk mempermudah seleksi induk dilakukan pembiusan dengan ethyleneglycol monophenylether dengan dosis 100 ppm, minyak cengkeh atau MS 222 dengan dosis 50 ppm. Setelah ikan terbius dilakukan pemerikasaan pematangan gonad induk betina dengan metode kanulasi (kanula atau kateter) yang berdiameter 1,0 mm yang dimasukan kedalam lubang genital sedalam 5-10 cm. Telur yang siap dipijanhkan berdiameter 450 mikron atau lebih. Dan induk jantan dilakukan stripping. Sperma yang baik dan siap untuk dipijahkan berwarna putih susu atau kental. Perbandingan induk jantan dan induk betina adalah 1 : 1 dengan berat sekitar 1 – 4 kg.

b. Persiapan Bak Pemijahan

Persiapan bak induk cukup memegang peranan penting dalam keberhasilan pemijahan, sebelum induk dimasukan dalam bak pemijahan terlebih dahulu bak pemijahan dibersihkan dari kotoran yaitu lumut, lendir, dan kotoran lain yang dapat mencemari media pemijahan. Pencucian bak induk dilakukan dengan cara bak disiram dengan air kaporit terlebih dahulu dan dibiarkan 1-2 hari kemudian baru dibersihkan dengan cara disiram dengan air kemudian disikat pada dinding bak dan dasar bak kemudian dibilas dengan air sampai bersih dan dikeringkan selama 2-3 hari baru diisi air. Setelah diisi air bak siap digunakan sebagai bak pemijahan.

c. Teknik Pemijahan

Pemijahan ikan kerapu dapat dilakukan dengan pemijahan alami (natural spawning), pemijahan terkontrol (stripping dan artificial spawning) dan pemijahan dengan rangsangan (induced spawning). pemijahan dengan rangsangan umumnya mengunakan hormon HCG (human chorionic godadotropin) dengan dosis 500-1000 IU/kg berat tubuh untuk betina dan 200 IU /kg untuk berat tubuh jantan atau dengan hormon puberogen dengan dosis 100 IU /kg berat tubuh betina dan 50 IU berat tubuh jantan. Hormone tersebut disuntikan secara intramuskuler kebawah sirip punggung (Anonim, 2002).

Teknik pemijaha alami yaitu dengan system manipulasi lingkungan yang dilakukan dengan cara menurunkan ketingian air dalam bak pemeliharaan induk sampai ± 50 cm dan dibiarkan selama 5-7 jam, dimana sirkulasi air terus dilakukan . perlakukan ini dapat menaikan suhu air dalam bak pemijahan ± 1-3 0C. perlakukan tersebut terus dilakukan setiap hari sejak induk dimasukan dalam bak pemeliharaan yang sekaligus sebagai bak pemijahan.

d. Proses Pemijahan

Induk ikan kerapu akan memijah sepanjang tahun atau memijah sekali dalam sebulan. Pemijahan berlangsung selama beberapa hari yakni 3 – 5 hari. Waktu pemijahan kerapu terjadi pada bulan gelap (tangal 25 – 5 ) dan terjadi pada malam hari antara jam 22 – 02 WIB (Anonim, 2002).

Menjelang proses pemijahana, alat penampung telur yang terbuat dari kain kasa dan ranngkanya terbuat dari pipa paralon PVC yang diberi lubang dipasang dalam bak penampungan telur. Ukuran alat penampungan telur (egg colector) 0,8 x 0,8 m, pada salah satu bagian kain diberi lubang sebesar pipa paralon pembuangan atas bak pemijahan, kemudian bagian yang berlubang dimasukan kedalam pipa paralon tersebut dan diikat dengan karet ban.

e. Panen Telur

Panen telu dapat dilakukan pada pagi hari. Pemanenan dilakukan dengan mengalirkan air dari bak pemijahan kedalam saringan atau wadah penen telur. Pengaliran air dilakukan sepanjang malam. Telur yang sudah terkumpul dalam bak panen dipindahkan kedalam wadah penampungan telur yang berupa akuarium atau ember plastik. Setelah telur dimasukan kedalam wadah penampungan telur dibersihkan dari kotoran dan telur yang tidak terbuahi. Telur yang jelek atau telur yang tidak terbuahi dapat dibuang dengan cara disifon.

Menurut Anonim (2002), telur ikan kerapu hasil pemijahan yang baik akan melayang diatas permukaan air dan berwarna trasparan, berbentuk bulat Ø 700 – 800 mikron. Sedangkan telur yang jelek atau yang tidak terbuahi akan mengendap didasar dan berwarna putih / keruh.

f. Perhitungan Telur

Perhitungan telur dilakukan dengan metode sampling yaitu mengambil telur dalam beaker glass bervolume 10 ml sebanyak 5 kali ulangan kemudian dirata-ratakan. Pengambilan telur dilakukan dengan mencelupkan beaker glass disamping batu aerasi. Aerasi dilakukan secara sedang sehinga telur tersebar merata antara yang terbuahi dan yang tidak terbuahi. Perhitungan telur dilakukan untuk telur yang terbuahi dan yang tidak terbuahi.

Rumus untuk menghitung jumlah total telur sbb:

∑ Total Telur = ∑ Sampel telur x


Vol. Air Aquarium


X 100

Vol. Wadah Sampel

Rumus untuk menghitung derajat pembuahan sbb:

Derajat pembuahan =


Telur yang dibuahi


X 100

∑ total telur

Rumus untuk menghitung derajat penetasan sbb:

Derajat penetasan =


Telur yang menetas


X 100

Telur yang dibuahi

Tujuan dari perhitungan derajat penetasan adalah untuk mengetahui keberhasilan penetasan dari proses pemijahan.

g. Persiapan Wadah Penetasan Telur

Wadah yang digunakan untuk penetasan telur berupa bak semen yang berukuran 4 x 2,5 x 1,25 m. Empat hari sebelum digunakan wadah yang akan digunakan untuk penetasan telur dibersihkan terlebih dahulu. Pembersihan menggunakan air tawar dan disikat, sebagai disinfektan digunakan kaporit dengan dosis 30 ppm. Untuk menghilangkan bau kaporit bak dikeringkan dan didiamkan selama ± 24 jam. Bak yang sudah dibersihkan diisi air sebanyak 6 m3 dan diaerasi kuat untuk menghilangkan bau kaporit.

h. Penebaran dan Penetasan Telur

Telur yang telah dipisah antara yang dibuahi dan yang tidak dibuahi dan sudah dihitung jmlahnya kemudian ditebar dalam bak penetasan telur. Ukuran bak yang digunakan 4 x 2,5 x 1,25 m, selain digunakan sebagai bak penetasan telur bak ini juga digunakan sebagai bak pemeliharaan larva. Hal tersebut dilakukan karena mengingat larva ikan kerapu sangat rentan terhadap goncangan lingkungan yang dapat menyebabkan kematian. Kepadatan telur dai bak penetasan 30 – 50 butir per liter. Telur akan menetas dalam waktu 16 – 18 jam setelah pemijahan pada suhu 28 – 30 0C.

D. Pemeliharaan Larva

a. Pemberian Pakan

Dalam pemberian pakan yang perlu diperhatikan adalah besaran atau size pakan, kandungan nutrisi dan ketersediaan pakan. Selama ini pakan yang diberikan berupa pakan alami baik phytoplankton maopun zooplankton dan ikan segar, tetapi ketersediaannya perlu dipikirkan sehingga mulai diberikan pakan buatan, yang dimulai pada D-17. keuntungan pakan buatan adalah kandungan nutrisi bisa diatur, dan tidak tergantung musim.

Menurut Syamsul Akbar & Sudaryanto (2002), larva yang baru berumur sehari saluran pencernaannya sudah mulai tampak, mulut dan anus belum membuka, serta calon mata sudah terbentuk berwarna transparan. Larva ini masih memiliki cadangan makanan berupa kuning telur. Namun sebaiknya dalam bak sudah diberi fitoplankton berupa Chlorella sp, Tetraselmis sp, atau Dunaliella sp. Dengan kepadatan 1-5 x 105 sel/ml air media. Tujuan pemberian fitoplankton tersebut untuk menjaga keseimbangan kualitas air dan pakan zooplankton dalam bak pemeliharaan. Pemberian pakan secara rinci dapat dilihat pada tebeel (Tabel 3).

Tabel 3. Peberian pakan larva ikan kerapu tikus

No


Umur ikan (Hari)


Jenis Pakan


Dosis


Keterangan

1


D-0


Yolk egg


-


-

2


D-1


Chlorella sp


500 ribu sel/ml


1 x sehari

3


D-2 s/d D-6


Brachionus plicatilis

Chlorella sp


5-10 ind/ml

500 ribu sel/ml


Dipertahankan 1 x sehari

4


D-7 s/d D-20


Brachionus plicatilis

Chlorella sp

Pakan buatan


10-15 ind/ml

500 ribu-1 juta sel/ml

Secukupnya


Dipertahankan 1 x sehari

D-17 pakan buatan mulai diberikan 4 x sehari

5


D-20 s/d D-30


Brachionus plicatilis

Chlorella sp

Naupli Artemia

Pakan buatan


10-15 ind/ml

500 ribu-1 juta sel/ml

1-3 ind/ml

Secukupnya


Dipertahankan

1 x sehari

2 x sehari

4-6 x sehari

6


D-30 s/d D-40


Naupli Artemia

Pakan buatan


3-10 ind/ml

Secukupnya


2 x sehari

7-10 x sehari

7


D-40 s/d D-50


Jambret/udang rebon

atau pakan pelet


Ad libitum

Secukupnya


2 x sehari

10 x sehari

8


D-50 s/d D-60


Pakan daging ikan segar(diblender)/teri nasi

Atau pakan pellet


3-5% bobot tubuh (ad libitum)



secukupnya


2 x sehari





10 x sehari

9


> D-60


Cacahan ikan



atau pakan pellet


3-5% bobot tubuh (ad libitum)

secukupnya


2 x sehari



10 x sehari

b. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Bak Pemeliharaan Larva

Kualitas air media pmeliharaan larva yang baik dan terkontrol merupakan merupakan faktor yang sangat menunjang dalam keberhasilan pembenihan. Bila bak pemeliharaan menggunakan bak penetasan telur, penyifonan harus sudah dilakukan sehari setelah telur menetas. Namun, penyiponan ini sebenarnya bukan untuk menganti air, melainkan untuk membuang cangkang telur dan telur yang tidak menetas.

Pergantian air pada D-1 s/d D-7 tidak dilakukan, hanya penambahan fitoplankton. Pada D-7 penambahan air dilakukan sampai kurang lebih 2 ton. Pergantian air dilakukan saat larva berumur D-8 s/d D-15 sebanyak 5-10 % setiap 3 hari sekali. Larva D-15 s/d D-25 sebanyak 10-20% , larva D-25 s/d D-35 20-40% setiap hari. Pada saat umur larva lebih dari D-35 pergantian air dilakukan sebanyak 40-60 % setiap hari. (Anonim, 2002).

c. Fase-fase Kritis

Menurut Herno Minjoyo (1999), ada lima fase-fase kritis dalam pemeliharaan larva kerapu tikus yang dianggap paling mencolok dalam kematiannya :

Fase kritis I : Pada larva umur D-3 s/d D-7 hari, dimana ketersediaan kuning telur sebagai cadangan makanan terserap habis sedangkan bukaan mulut larva masih terlalu kecil untuk memakan pakan seperti rotifer dan organ pencernaan belum berkembang sempurna.

Fase kritis II : Kematian larva terjadi pada umur D-10 s/d D-12, dimana spina mulai tumbuh (sirip punggung dan sirip dada) semakin panjang. Pada fase ini kemungkinan membutuhkan nutrisi yang lebih sedangkan pakan yang diberikan masih sama dengan fase sebelumnya.

Fase kritis III : Kematian larva terjadi pada umur D-21 s/d D-25 ketika terjadi metamorphose yaitu pada saat apina tereduksi menjadi tulang sirip punggung dan sirip dada (kerapu tikus muda)

Fase kritis IV : Umur ikan D-25 s/d D-28 atau lebih pada saat terbentuknya bintik hitam (Spot) yang menyebar diperukaan tubuh sehingga ikan akan menyerupai ikan dewasa.

Fase kritis V : Umur lebih dari 35 hari, dimana sifat kanibal sudah mulai tampak, dimana benih yang ukurannya yang lebih besar akan mengangsa beniha yang ukurannya lebih kecil.

d. Perkembangan Larva

Larva kerapu tikus yang baru menetas mempunyai panjang badan total 1,69 – 1,79 mm dan lama waktu penetasan 17 – 19 jam pada suhu 27-29 0C. panjang total ini hampir sama dengan jenis kerpau lain seperti kerapu macan sekitar 1,34 ± 0,053 mm (Kohno et. al.1990 ). Pada waktu larva umur D-1 saluran pencernaan sudah mulai terlihat tetapi mulut dan anus masih tertutup, calon mata sudah terbentuk berwarna trasparan hingga larva umur D-2 bersifat planktonis, bergerak mengikuti arus, system penglihatan belum berfungsi serta masih mempunyai kuning telur (Yolk sac) (Herno Minjoyo, 1999).

Melanofor (myomer) terbentuk berupa bintik hitam pada larva berumur D-3 dan terkonsentrasi disekotar lambung dan mulai memerlukan pakan dariluar berupa rotifer atau zooplankton lainya yang mempunyai nilai nutrisi yang tinggi dan cocok dengan bukaan mulut larva. Pada larva umur D-7 pigmentsi lebih banyak terbentuk pada pangkal ekor. Calon duri sirip (spina) dada terlihat pada umur D-9 dan sirip punggung pada umur D-10 dengan panjang total badan rata-rata 4,30 mm. perkembangan bintik hitam yang semakin menebal pada bagian lambung menandakan ikan sehat dan berkembang dan sebaliknya apabila semakin membundar ikan tidak mau makan dan akhirnya ikan mati. Duri sirip punggung nampak terlihat dan semakin memanjang pada ikan umur D-11. pertambahan panjang spina yang menyerupai layanag – layang terus berlangsung sampai larva umur D-20 s/d D-21 dengan panjang total larva rata-rata 6,15 mm. dan selanjutnya mereduksi menjadi duri sirip keras pertama pada sirip punggung dan sirip dada. Mereduksinya spina mulai terlihat sejak umur D-22 s/d D-25. selain hilangnya spina yang panjang, juga terbentuk pigmentasi pada bagian badan berupa spot-spot yang merata pada tubuh ikan dan mulai terlihat pada umur D-25 s/d D-28. terbentuknya bintik berwarna hitam yang semakin merata diseluruh tubuh benih yang menyerupai ikan dewasa hingga benih berumur D-45. pada benih berumur D-40 panjang total ikan berkisar antara 1,5 – 2,5 cm.

e. Pemilihan Ukuran

Pemilahan ikan yang lebih besar dari ikan yang kecil, sehingga ukuranya menjadi relative seragam merupakan jalan keluar untuk menekan kematian ikan karena kanibal. Sifat yang saling memangsa ini akan menjadi lebih serius apabila pemberian pakan kurang baik, baik frekuensi maupun jumlah pakan.

Menurut Herno Minjoyo, dkk, (1999), ikan kerapu tikus sudah dapat dipisahkan pada umur D-35 s/d D-40. kendala utama untuk pemilahan benih ikan adalah ikan mudah stress bila dilakukan secara tiba-tiba dan penanganan yang kasar. Gejala ditandai dengan ikan berenang cepat dan tidak beraturan, operculum dan mulut membuka, kemudian tengelam dan ikan mati.

Selamat datang di Web Saite baru Qu.

Ini adalah web Saite pertama yang saya publikasikan jadi bila ada kata-kata yang salah mohon dimaafkan karena manusia tidak luput dari kesalahan.

Data ini diperoleh dari hasil magang industri yang dilaksanakan di BBBPAP Jepara Jawa Tengah selama kurang lebih enam bulan.

Tidak ada komentar: